Dalam beberapa bulan ke depan, sebanyak 171 daerah akan menghelat pemilihan kepala daerah serentak. Kesiapan penyelenggara pun menjadi kunci penting, agar kejadian-kejadian tak diinginkan di pilkada tahun-tahun sebelumnya tidak kembali terulang.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan Komisi Pemilihan Umum RI (KPU RI) supaya sukses menyelenggarakan Pilkada Serentak 2018.
Pertama, terkait dengan kapasitas dan kompetensi petugas penyelenggara di lapangan, baik Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Belajar di Pilkada 2017 di DKI Jakarta, sempat terjadi kisruh karena persoalan penguasaan aturan yang tak komprehensif," kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (26/12/2017).
Sehingga rekomendasinya yaitu KPU RI harus benar-benar memastikan jajarannya di lapangan mendapatkan pelatihan dan bimbingan teknis yang baik.
Apalagi, lanjut Titi, Pilkada Serentak 2018 melibatkan lebih dari 160 juta pemilih, atau lebih dari 80 persen pemilih seluruh Indonesia.
Kedua, soal hak pilih warga. Titi menuturkan, KPU RI semestinya bisa mengantisipasi secara optimal karut-marut perekaman kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Dengan demikian, tidak ada warga negara yang terciderai hak konstitusionalnya, hanya karena masalah perekaman e-KTP yang tidak tuntas, serta kompleksitas penggunaan surat keterangan (Suket).
"Terutama di daerah yang kompetisinya sengit, masalah penggunaan Suket bisa berujung kisruh dan konflik antar-peserta," ucap Titi.
Ketiga, soal potensi konflik dan benturan antarparpol dan pendukung di Papua. Titi menuturkan, agar potensi konflik bisa diminimalisasi, maka harus ada upaya pencegahan dan antisipasi sejak awal.
"Apalagi berkaca dari pilkada 2017, pilkada di Papua adalah yang paling banyak menimbulkan kisruh dan konflik," pungkasnya. (KOMPAS.com)